Ad image

Satinah: Potret Ironi Pahlawan Devisa

ciamisnews
ciamisnews

Oleh: Wardatun Na’im

(Aktifis Perempuan)

Kasus Satinah adalah potert ironi pahlawan devisa negara sekaligus potret buram tata kelola pemerintahan selama ini. Betapa tidak,  TKW asal Semarang, Jawa Tengah yang kini terancam hukuman eksekusi pancung atas tuduhan membunuh majikannya di Arab Saudi ini sudah didepan mata.  Sekitar tanggal 4 atau 5 April Satinah akan dieksekusi pancung jika  tidak mampu membayar uang diyat sebesar 7 juta riyal, setara 21 miliar rupiah.
Sementara pemerintah mengaku sudah berusaha maksimal dengan melakukan pendekatan terhadap keluarga korban, meminta keringanan hukuman kepada Pemerintah Arab Saudi, termasuk memundurkan jadwal hukuman mati hingga lima kali. Seperti kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Tatang Razak, bahwa pemerintah bersedia membantu 4 juta riyal sebagai bentuk keberpihakan. Karena, menurutnya tidak ada satu pun negara di dunia yang menyediakan bantuan bagi warga negaranya dalam kasus-kasus kriminal. Hal senada dikatakan Ketua Satuan Tugas TKI Humfrey Djemat bahwa Indonesia merupakan satu-satunya negara yang bersedia menanggung diyat untuk pekerja migrannya di Arab Saudi.
Pertanyaannya kemudian, mengapa pemerintah hanya bersedia membantu 4 juta riyal, mengapa tidak menanggung semua uang diyat agar Satinah bebas dari hukuman ekskusi pancung itu? Pertanyaan yang lebih substansial, siapakah sebenarnya yang paling bertanggung jawab untuk membebaskan Satinah dari ekskusi hukuman pancung itu? Pertanyaan ini tidak terhindarkan mengingat Satinah sendiri dan keluarganya merupakan keluarga tidak mampu secara ekonomi. Sementara negara berkewajiban untuk melindungi setiap warga negaranya sesuai amanat konstitusi.
Setengah Hati
Hemat saya, apa yang dilakukan pemerintah hingga saat ini adalah setengah hati. Padahal, masih banyak jalan untuk mengumpulkan dana sebesar 7 juta riyal itu. Kata kuncinya adalah kemauan politik (political will). Apa yang tidak bisa dilakukan jika pemerintah (dalam hal ini Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono/SBY) atas nama negara meng-instruksikan kepada semua pejabat negara untuk menyisihkan dana, baik secara pribadi maupun lembaga guna menebus warga negaranya yang tengah menunggu ekskusi hukuman pancung.
Hemat saya, ini penting dilakuakan Presiden segera karena bagaimanapun Presiden SBY selaku kepala negara adalah orang yang peling bertanggung jawab atas kasus Satinah ini. Ironisnya, justeru tidak sedikit pejabat negara di lingkar kekuasaan yang memperkeruh suasana bukan memberi solusi.
Oleh karena itu, saya hendak menegaskan bahwa Presiden SBY tidak perlu meniru negara lain di dunia yang membiarkan warga negaranya diekskusi mati di negeri orang. Ini penting dilakukan Presiden untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Negara Indonesia adalah negara yang berdiri di atas nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, bukan negara barbar yang mengabaikan hak-hak asasi manusia.
Pahlawan devisa
Satu hal penting yang perlu diingat bahwa para TKI itu adalah pahlawan devisa negara.  Mereka membayar pajak. Oleh karena itu, sangatlah tidak etis, tidak ada alasan bagi Presiden SBY  untuk tidak membebaskan mereka yang terjerat hukuman mati. Persoalan yang lebih fundamental adalah para TKI itu adalah warga negara yang hak hidupnya dijamain konstitusi dan oleh karenanya pemerintah berkewajiban untuk memenuhinya.
Seandainya pemerintah mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi kehidupan di dalam negeri, maka niscaya mereka tidak akan rela menjadi TKI/TKW, meninggalkan keluarganya bekerja di luar negari dengan penuh resiko itu. Inipun persoalannya sangatlah fundamental, menjadi TKI/TKW adalah jalan penderitaan karena mereka bekerja tanpa ada perlindungan hukum.
Fakta menunjukkan, menurut data Kementerian Luar Negeri, sejak 2011 hingga awal 2014, setidaknya ada 249 warga Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara, termasuk 20 kasus terakhir pada awal 2014 ini. Semnetara menurut data Migrant Care kini ada sekitar 417 buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara, antara lain di Malaysia, Saudi Arabia, Cina, Singapura dan Iran. Belum lagi mereka yang acapkali diperlakukan tidak manusiawi, seperti diperkosa, disiksa hingga lumpuh, gajinya tidak dibayar dan seterusnya.
Ini artinya, banyak persoalan yang dihadapi para TKI/TKW kita di luar negeri. Ini semua sejatinya merupakan tangung jawab pemerintah sesuai dengan amanat konstusi untuk melindungi warga negaranya. Ketidakmampuan  pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan adalah pokok persoalan yang tidak terbantahkan.
Oleh karena itu, dalam konteks Satinah yang ekskusi hukuman pancungnya kini tinggal dalam hitungan hari, pemerintah harus berani mengambil langkah politik untuk memenuhi uang diyat Satinah sebagaimana diminta keluarga korban. Saya hendak menegaskan agar Presiden SBY berpaling dari ketakutan dan keraguan yang acapkali mendera, terutama untuk mendapatkan uang sebesar 21 miliar rupiah itu. Mengapa? Uang negara saja yang ada di berbagai pos pemerintahan saat ini masih sangat besar. Dan, lagi pula, bukankah berbagai tokoh masyarakat di berbagai pelosok kota negeri ini tengah mengumpulkan dana untuk membantu Satinah? Kenapa mesti takut!
Sebagai bangsa yang bermartabat dan terhormat, mari kita bebaskan para TKI/TKW kita sembari melakukan reformasi birokrasi tata kelola pemerintahan yang lebih baik di masa depan, karena mereka adalah pahlawan devisa negara.
Calon anggota DPR RI Partai PPP No. Urut 2 Dapil Jabar X

(Ciamis, Kuningan, Banjar, Pangandaran)

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *