Presiden Joko Widodo mencatat adanya tren peningkatan kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan. Data yang diperoleh dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak misalnya, mencatat kenaikan yang signifikan pada tahun 2016 lalu bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan pada tahun 2015 tercatat 1.975 dan meningkat menjadi 6.820 di 2016,” ujarnya saat memimpin rapat terbatas mengenai penanganan kasus kekerasan terhadap anak yang digelar di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2020.
Beranjak dari salah satu data tersebut, Kepala Negara meyakini bahwa kasus kekerasan terhadap anak ibarat fenomena gunung es di mana selama ini kasus-kasus tersebut tidak dilaporkan atau bahkan tidak sampai kepada pihak berwenang. Oleh karenanya, di hadapan jajaran terkait, Presiden meminta hal tersebut untuk dijadikan perhatian bersama.
Terkait hal tersebut, Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan instruksi mengenai penanganan kasus kekerasan terhadap anak. Yang pertama, ia menegaskan bahwa langkah yang dilakukan pemerintah hendaknya memprioritaskan pada aksi pencegahan kekerasan.
“Prioritaskan pada aksi pencegahan kekerasan pada anak yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat,” ucapnya.
Pencegahan tersebut tentunya harus dikemas dengan berbagai model kampanye dan edukasi yang tidak hanya menarik, namun juga menggugah kepedulian sosial agar masyarakat turut bergerak melakukan pencegahan.
“Dari beberapa jenis kekerasan yang dilaporkan, ternyata kekerasan seksual menempati posisi teratas diikuti kekerasan psikis maupun kekerasan fisik,” kata Presiden.
Selanjutnya, Kepala Negara menginstruksikan untuk melakukan optimalisasi terhadap sistem pelaporan dan pengaduan apabila terjadi kasus kekerasan terhadap anak. Sistem tersebut dimintanya untuk lebih mudah diakses dan diketahui kalangan banyak sehingga masyarakat dapat segera melaporkan kasus yang ada sesegera mungkin di mana pemerintah dapat bergerak cepat untuk menindaklanjutinya.
“Korban, keluarga, atau masyarakat harus tahu ke mana harus melapor. Nomor layanannya berapa yang jelas dan mudah diketahui. Tentu saja dengan akses pelaporan yang mudah serta yang paling penting adalah mendapatkan respons yang secepat-cepatnya,” tuturnya.
Tak hanya itu, Presiden menyerukan dilakukannya reformasi besar-besaran pada manajemen penanganan kasus kekerasan yang ada. Ia memberikan gambaran bahwa manajemen penanganan tersebut hendaknya terintegrasi satu sama lain dalam lingkup satu atap bahkan termasuk pelayanan rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi korban kekerasan.
“Bila perlu one stop services mulai dari layanan pengaduan, pendampingan, dan mendapatkan layanan kesehatan,” imbuhnya.
Proses penegakan hukum juga disinggung oleh Presiden dalam kesempatan tersebut. Kepala Negara menginginkan agar penegakan hukum yang dilakukan benar-benar memberikan efek jera bagi para pelakunya.
“Proses penegakan hukum yang memberikan efek jera terutama terkait dengan kasus pedofilia dan kekerasan seksual pada anak dan juga layanan pendampingan hukum sangat penting sekali diberikan,” tandasnya.