Jembatan Cirahong adalah jembatan kereta api yang terletak di perbatasan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, tepatnya di Manonjaya, Tasikmalaya.
Jembatan ini melintas diatas Sungai Citanduy yang merupakan perbatasan dari kedua kabupaten tersebut. Jembatan ini mempunyai nomor BH 1290 dan berada di timur Stasiun Manonjaya Daerah Operasi 2 Bandung.
Jembatan ini menggunakan konstruksi baja yang banyak dan cukup rapat. Jembatan yang memiliki panjang 202 meter ini merupakan jembatan yang unik, karena memiliki 2 fungsi.
Bagian atas jembatan berfungsi untuk lalu lintas kereta api, sedangkan bagian bawah jembatan berfungsi untuk lalu lintas kendaraan. Namun kendaraan yang melintas harus bergantian masuk, karena ukuran jembatan yang sempit.
Jembatan ini merupakan jalur alternatif dari Tasikmalaya menuju Ciamis lewat Manonjaya dan sebaliknya. Jembatan Cirahong merupakan satu-satunya jembatan peninggalan belanda di Kabupaten Ciamis.
Sejarah Jembatan Cirahong
Pembangunan jembatan Cirahong terjadi pada tahun 1893. Jembatan kereta api (KA) yang menghubungkan antara Ciamis dan Tasikmalaya lewat jalur Manonjaya, Kab. Tasikmalaya, tidak terlepas dari peran Bupati Galuh (Ciamis) R-A-A. Kusuma-diningrat.
Sebelumnya, Belanda telah membuat gambar pembangunan jalur rel kereta yang menghubungkan daerah Tasikmalaya ke Banjar/Pangandaran, tanpa melintas ke Kota Ciamis. Berdasarkan gambar yang dibuat Belanda, jalur kereta api dari Tasikmalaya-Manonjaya akan diteruskan ke daerah Cimaragas, atau sebelah selatan Sungai Citanduy. Setelah itu, masuk ke daerah Kota Banjar. Di Banjar, ada jalur menuju ke Pangandaran dan ke daerah Cilacap, Jawa Tengah.
Pertimbangannya, kalau melintas ke Kota Ciamis, berarti harus membangun dua jembatan di atas Citanduy. Tentunya, biaya pembangunan jembatan di atas sungai tersebut, sangat besar atau mahal. Belanda membangun jalur rel tersebut, tidak hanya untuk angkutan massal. Akan tetapi, rel itu juga digunakan untuk membawa hasil bumi dari Priangan, seperti kapas, kopi, kapol, dan lainnya ke Jakarta. Apalagi waktu itu, banyak perkebunan baru didaerah Galuh, seperti perkebunan Lemah Neundeut, Bangkelung,dan lain-lain. Angkutan kereta tersebut diharapkan akan mempermudah jalur angkutan barang maupun mobilisasi orang Belanda.
Informasi tentang rencana pembangunan jalur rel kereta tersebut akhirnya sampai ke telinga Kusumadiningrat atau Kangjeng Prebu.Waktu itu, yang bersangkutan sudah pensiun dari jabatannya sebagai Bupati Galuh. Kanjeng Prabu, yang dinilai oleh para sejarawan sebagai Bupati Galuh terkemuka, akhirnya berusaha melakukan lobi kepada Belanda. Dia meminta agar jalur rel kereta melintas ke Kota Ciamis.
Caranya, dari Tasikmalaya ke Manonjaya, lalu menyeberang Sungai Citanduy untuk masuk melintas ke Kota Ciamis.
Ada beberapa pertimbangan yang disampaikan Kangjeng Prebu,kenapa sebaiknya jalur kereta melintas ke Kota Ciamis. Pertama,jumlah penduduk di Kota Ciamis sudah besar dan padat,sementara daerah Cimaragas sangat sedikit. Dengan demikian,keberadaan kereta itu akan semakin bermanfaat.Selain itu, pertimbangan lainnya ialah untuk memperkuat eksistensi Ciamis sebagai Ibu Kota Galuh. Setelah lobi panjang,akhirnya Belanda menyetujui usulan Kangjeng Prebu. Hal itu mem-buktikanbahwa dia memang masih punya pengaruh besar, sekalipun sudah pensiun.
Belanda akhirnya membangun dua jembatan di atas Sungai Citanduy. Pertama, jembatan Cirahong, dan kedua Karangpucung di dekat Kota Banjar. Biayanya pun cukup mahal.Tetapi Belanda merealisasikannya karena dorongan Kangjeng Prebu. Sosok Kangjeng Prebu pada masanya dikenal mampu memakmurkan daerah Galuh. Karyanya hingga sekarang masih terpelihara. Selain Cirahong, terdapat pula beberapa saluran irigasi untuk pengairan sawah teknis, misalnya saluran irigasi Gandawangi. Dia membangun saluran air Cikatomas,Wangundiredja, Tanjungmangu yang sekarang berubah namanya menjadi Nagawiru.