Pergantian Kepala Daerah di Kota Banjar yang akan terjadi beberapa bulan lagi disinyalir akan memberikan dampak bagi tatanan birokrasi di Pemkot Banjar. Terlepas apakah itu dampak positif atau negatif, yang jelas kendati perpindahan tongkat kepemimpinan itu terjadi dari dr. Herman Sutrisno kepada Hj. Ade Uu Sukaesih, istrinya, perubahan konstelasi di tubuh birokrat menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Ibarat peribahasa, lain ladang lain belalang, lain orang lain pula gaya kepemimpinannya.
Belakangan ini sejumlah pejabat teras Pemkot Banjar mulai melemparkan semacam ultimatum. Intinya, jika iklim kerja birokrasi pascakepemimpinan dr. Herman Sutrisno, terjadi perubahan besar dan dipandang tidak nyaman atau bahkan tidak kondusif, maka sejumlah birokrat itu akan memilih hengkang atau menolak perpanjangan masa pensiun.
Obrolan itu kerap terdengar dalam obrolan santai sejumlah pejabat, kendati ketika dikonfirmasi lebih lanjut mereka menyatakan “off the record”. Bahkan beberapa di antaranya sempat memaparkan pengalamannya saat dipimpin oleh Bupati Ciamis, Oma Sasmita, dimana waktu itu mereka melawan dan memilih untuk hijrah ke Banjar.
Itu tentu saja dapat diasumsikan seandainya nanti pola kepemimpinan di Banjar tak berkenan, mereka akan bertindak seperti ketika dipimpin oleh Bupati Oma Sasmita.
Salah seorang tokoh masyarakat Banjar yang juga salah seorang tokoh peningkatan status Banjar jadi Pemkot, Bahtiar Hamara mengaku tak yakin dengan ultimatum yang dilontarkan sejumlah pejabat tersebut.
Menurut dia, hal itu hanya sebatas ekspresi “kegalauan” mereka menyambut datangnya era kepemimpinan yang baru. “Dulu mereka berani melawan Bupati Oma itu karena mendapatkan dukungan dari ‘stakeholder’ atau masyarakat. Kalau sekarang saya ragu kalau mereka berani. Apalagi Hj. Ade Uu Sukaesih legitimasinya kuat karena didukung oleh 60 persen lebih masyarakat Banjar. Kalau mereka tak berkenan, silakan saja angkat kaki, selesai urusan,” kata Bahtiar.
Bahtiar juga mengakui saat ini banyak pejabat yang mulai ketar-ketir menyongsong pergantian pemimpin, apalagi soal formasi pejabat hal itu menjadi hak prerogatif seorang Wali Kota.
“Saran saya sebaiknya para pejabat lebih meningkatkan profesionalitasnya untuk ‘ngigelan’ gaya kepemimpinan Wali Kota yang baru. Karena jika kinerjanya tidak jelas, tidak hanya Wali Kota saja yang akan mendepaknya, melainkan seluruh warga Banjar pun akan ikut mendepak,” kata Bahtiar.
(kabarptiangan)