Selamatkan Sawah Dari Kekeringan, Petani di Kota Banjar Buat Sumur Bor

ciamisnews
ciamisnews

Sejumlah petani di Desa Sinar Tanjung Kecamatan Pataruman, Kota Banjar membuat sumur bor untuk menyelamatkan sawah mereka dari kekeringan. Persawahan yang sebagian besar tanaman padinya berumur sekitar satu hingga satu setengah bulan itu, saat ini terancam mati akibat kekurangan air.

Pantauan di Sinar Tanjung, Rabu (3/9/2013) tanah sawah di kawasan tersebut sudah kering kerontang, bahkan tanahnya sudah retak-retak. Sebagian tanaman padi sudah mulai mengering, serta pertumbuhannya lambat. Sedangkan sebagian lainnya daun tanaman padi masih tampak hijau, meskipun tanahnya sudah belah-belah.

Sedangkan pada areal lainnya, sawah dibiarkan telantar, atau tidak ditanami. Rumpun tanaman padi bekas sisa panen sebelumnya sudah mulai ditumbuhi tanaman baru yang terlihat kurus. Sebagian lainnya rumpun bekas tanaman padi yang dipanen, sudah kering kerontang, sehingga bagian tanahnya yang retak terlihat jelas.

“Kekurangan air baru kali ini terjadi. Sebelumnya sawah mendapat pasokan air dari irigasi Citanduy, akan tetapi saat ini tidak ada sama sekali kucuran air, karena salurannya sedang diperbaiki,” ungkap Lasimun (63) petani warga Desa Sinar Tanjung.

Dia mengatakan saat ini kondisi tanaman padi sudah sangat memperihatinkan. Selain kondisi tanaman yang kurus, bagian tanah nya juga retak-retak. Namun demikian, ia optimis tanaman padi yang baru berumur satu setengah bulan itu masih bisa diselamatkan, asal segera mendapat pasokan air.

“Kondisinya memang sudah parah, tanah sawah sudah pecah-pecah, tanman juga kurus dan mulai kering. Sedih rasanya jika tidak bisa menyelamatkan tanaman. Saya berharap masih bisa dipanen, meski hasilnya tidak maksimal,” ujarnya.

Dalam kondisi yang semakin terpuruk itu, anaknya yang bernama Setiyadi melontarkan gagasan untuk membuat sumur bor di tengah sawah. Tanpa mendapatkan bekal pengetahuan yang memadai, Setiyadi kemudian mencoba membuat sumur bor darurat.

Dia mengakui pembuatan sumur bor tersebut sudah agak terlambat, karena saat ini kondisi tanaman yang kurus dan tanah sudah retak-retak. Keterlambatan itu disebabkan karena selama ini Lasimun masih berharap turun hujan dan pasokan air dari irigasi.

“Memang sudah agak terlambat. Dari pada tidak berbuat sama sekali, akhirnya kami sepakat bikin sumur bor itu, mudah-mudahan tanaman bisa diselamatkan dan panen, meski hasilnya mungkin tidak maksimal, Saya tetap puas,” tutur Lasimun.

Sementara itu Setiyadi yang bermodalkan batang bambu, serta dibantu Yono dan Maman kemudian mencari titik yang bakal digali untuk sumur bor. Bambu berukuran panjang sekitar delapan meter itu kemudian ditancapkan berkali- kali, hingga membentuk lubang dengan diameter seukuran bambu. Sekitar kedalaman tujuh meter, ujung bambu semakin basah, pertanda dekat dengan sumber air. Setelah terus digali dengan bantuan pipa paralon, akhirnya air bisa dikeluarkan dari dalam tanah.

“Pertama kali sih sempat dicemooh oleh beberapa warga. Masa membuat sumur bor pakai bambu. Kami tidak pedulikan itu, ternyata sekitar tujuh meter mulai keluar air. Kami semakin bersemangat menuntaskan perkejaan,” tuturnya.

Persoalan belum selesai, karena untuk mengangkat air membutuhkan tenga yang lebih kuat, hingga dibutuhkan mesin pompa. “Setelah mencapai sumber air, selanjutnya tinggal pakai mesin pompa untuk menyedot air dari bawah tanah. Hasilnya lumayan bagus, airnya juga banyak,” ungkapnya.

Sukses dengan sumur pertama, ia kembali membuat sumur bor di beberapa titik lain di persawahan milik keluarganya. Keberhasilan tersebut menarik perhatian warga lain, yang pada gilirannya juga ikut meminta bantuan Setiyadi membuat sumur bor. Untuk menggali sumur bor, membutuhkan waktu sekitar tiga hingga empat jam, tergantung kondisi tanah.”Ini sumur yang kesepuluh yang saya bikin. Modalnya pertama hanya bambu saja,” ungkapnya.

Yono menambahkan hamparan sawah yang ada disekitar lingkungan tersebut luasnya mencapai 53 hektar. hanya saja saat ini sekitar 50 persen yang ditanami padi, sedangkan lainnya dibiarkan terbengkalai. Beberapa petak lahan ditanami palawija, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan.

“Sempat tanam kacang panjang, tetapi tidak ada hasilnya. Sawah hingga kering seperti itu, baru pertama terjadi. Selama ini selai n air hujan juga dari irigasi. Saat irigasi diperbaiki, prkatis tidak ada lagi sumber air,” tuturnya.

(Pikiran Rakyat)

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *